Ucapkan “Horas!” Cara Nommensen Menyatu Pada Masyarakat Tanah Batak

Implementasi Ucapan "Horas!"

Oleh : Takdir Siringo

Terimakasih kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Mahakuasa, atas lindunganNya pada hari. Sehingga kita masih bisa bernafas lega dan masih bisa menghirup udara secara gratis.

Kembali saya menulis untuk anda nan jauh disana dan selalu dekat dihati, seperti yang mau kita bahas kali ini adalah arti ucapan horas bagi suku Batak. Untuk itu langsung saja kita mulai rentetannya.

Sebagai Orang Batak sering mengabaikan pengertian kata horas. Bila ada yang bertanya apa arti kata horas yang sebenarnya? mungkin sering kebingungan untuk menjawabnya “ya.., horas” mungkin itu jawabannya.

Padahal horas sering kali diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Baik pada saat mengakhiri sebuah upacara mengakhiri ucapan Horas… Horas…Horas…!

Selain itu, horas juga sering diucapkan ketika menjadi tamu baru datang baik juga yang mau pergi.

Jadi jangan sampai mengatakan arti horas hanya Tuhan yang tau, atau salah satu bahasa yang keluar dari planet.

Agar perlu kita ketahui? Bahasa adalah merupakan sebuah alat komunikasi diantara sesama manusia, dan sejak sudah ada kehidupan manusia dibumi.

Dan kita juga tak memungkiri bahasa itu selalu ada perubahan sesuai perkembangan zaman dan pertumbuhan populasi manusia dibumi.

Baca Juga :  Presiden Naik Motor Tinjau Padat Karya Tunai

Kembali ketopik makna ucapan horas. Saya pernah mendengarkan khotbah salah seorang rohaniawan gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) saat kebaktian minggu di salah satu gereja.

Ada dua makna ucapan horas, saat berkomunikasi dalam kearifan bahasa lokal pada kehidupan suku Batak kala itu dan juga sampai detik ini:

Pertama, ucapan horas dapat diartikan dengan holan raja Sude (semua raja). Dalam upacara batak sangat berkaitan salam penghormatan untuk warga batak, karena perlu diketahui orang batak itu semua raja. Raja dongan tubu (Raja marga), Raja ni hula-hula (Raja besan), Raja ni boru (Raja perempuan), Raja ni dongan sahuta (Raja satu kampung).

Karena itulah sebutan “Rajanami” merupakan ucapan penghormatan yang paling tinggi bagi orang batak. Yang sejak lama sudah diimplementasikan didalam ucapan setiap upacara adat Batak. Baik memulai, baik juga saat mengakhirinya.

Kedua, ucapan horas dapat diartikan ho raphon au sada (kita satu hati dalam Kristus Yesus). Masuknya misionaris ke tanah Batak sangat membawa perubahan bagi kehidupan masyarakat di tanah Batak.

Baca Juga :  Gubernur Ansar Usulkan Kepada Presiden Bintan dan Karimun Seperti Batam

Ada sumber yang terpercaya menyatakaan bahwa suku Batak pernah ada terjadi praktek kanibalisme yaitu mumbunuh musuhnya dan memakannya.

Seperti kisah dua orang misionaris asal Amerika Serikat. Di Jalan Lintas Tarutung-Sibolga, Lobu Pining, Desa Dolok Nauli, Kecamatan Adian Koting Kabupaten Tapanuli Utara ini, sejarah mencatat, kedua misionaris itu tewas dibunuh warga setempat dalam tugas mulianya sebagai penyebar injil dan ajaran agama Kristen ke Tanah Batak. Kisah berdarah ini tersimpan dalam makam memorial Martir Hendry Lyman dan Samuel Munson. Sekalipun kematian dua misionaris terjadi karena kesalah pahaman, karena dianggap musuh oleh warga setempat.

Ludwig Ingwer Nommensen

Dan dari peristiwa kematian kedua missionaris terenduslah ke Jerman. Hingga Ludwig Ingwer Nommensen hingga mempersembahkan hidupnya untuk menyambung misi mulia itu.

Tidak sedikit tantangan yang harus dihadapi Nommensen di tanah Batak, mulai dari pada penolakan. Karena dianggap bersekongkol di penjajah kala itu. Hingga tokoh agama yang terkenal itu berhasil menyambung misi mulianya.

Adapun cara yang dilakukan Nommensen, dengan mempelajari bahasa Batak terlebih dahulu dan menyatu langsung dengan kehidupan sehari-hari suku Batak,  bertani, berkebun, melaksanakan upacara adat atau ritual lainnya sesuai ajaran Alkitab Kristen.

Baca Juga :  Inra Kusuma : Hindari Jasa Calo Untuk Mengurus Paspor

Saat bertemu dengan masyarakat batak, “horaslah” yang kerap kali diucapkannya saat menyapa.

Dan dengan berjalannya waktu Nommensen berhasil melakoni misi mulianya dan menyatu dengan kehidupan masyarakat Batak. Melayani penduduk setempat dengan sepenuh hatinya pengabaran injil, perobatan gratis dan juga di bidang pendidikan.

Kesuksesan misi mulia itu dilihat dari pertumbuhan kekristenan di tanah batak sampai hari ini. Dan berdiri kokoh gereja-gereja di tanah batak, seperti gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).

Hingga Nommensen meninggal pada tanggal 23 Mei 1918, pada umur 84 tahun. Ludigw Ingwer Nommensen kemudian dimakamkan di Sigumpar, di tengah-tengah suku Batak sesuai dengan janjinya di dalam doanya, setelah bekerja demi suku ini selama 57 tahun lamanya.