Ironi Penutupan Tambang Bauksit, Hilangnya PAD dan Berdampak Kepada Masyarakat Kecil

Foto: ilustrasi tambang bauksit

Bintan, Pelitakepri.com –  Aktivitas pertambangan bauksit di Pulau Bintan kini berhenti total, setelah Tim Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan investigas di Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Hingga kini proses penyelidikan itu masih terus berjalan.

Di tengah upaya penyelidikan oleh tim dari pusat, dampak yang ditimbulkan dari tutupnya aktivitas tambang itu justru sangat dirasakan oleh masyarakat kecil. Mereka yang menggantungkan hidupnya dati kegiatan pertambangan bauksit jumlahnya bahkan tidak sedikit.

Ada banyak pekerja yang terlibat di dalamnya . Selain supir, ada oliman, ceker, supir alat berat, teknisi hingga pembantu yang menyediakan kebutuhan makan para pekerja. Ada juga pengelola kantin yang mempekerjakan lebih dari satu karyawannya. Jika digabung dari berbagai lokasi tambang, ada ribuan orang yang ternafkahi dari kegiatan tambang ini.

Baca Juga :  Danlantamal IV terima Kunjungan Dirops Basarnas RI

Yang paling merasakan dampaknya adalah warga tempatan. Seperti di daerah Tembeling Tanjung, Bintan, ada 879 kepala keluarga yang menerima dana kompensasi, di mana masing-masing menerima Rp 350 ribu per keluarga. Itu berarti Rp 307 juta lebih dana kompensasi disetop pasca tambang ditutup. Warga Tembeling Tanjung berharap kegiatan ini kembali dibuka agar mereka bisa bekerja.

Selain itu, pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Bintan juga hilang. Jika mengacu pada kuota yang diperoleh dari Kementerian Pertambangan kepada dua perusahaan besar yakni PT Lobindo dan PT Gunung Bintan Abadi sebesar 3,1 juta ton, maka dapat dipastikan puluhan miliar rupiah dana retribusi yang harusnya masuk ke PAD menjadi hilang.

Baca Juga :  Atlet Porprov Terima Bonus Prestasi dari Pemko Tanjungpinang

Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), sebagaimana diatur dalam UU Minerba diwajibkan membayar jaminan reklamasi dan dananya dititipkan di rekening kas pemerintah daerah setempat. Kemudian ada kewajiban memberi kompensasi atau Dana Kepedulian Terhadap Masyaralat (DKTM). Juga untuk setoran ke pusat, di mana pemegang IUP diwajibkan membayar dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Nilainya sebesar 3,75% dari harga jual.

Masyarakat Bintan yang terkena dampak langsung dengan ditutupnya aktivitas pertambangan bauksit berharap, pemerintah memberikan solusi terhadap kesulitan mereka. “Hendaknya ada solusi agar kami bisa bekerja kembali seperti sedia kala,” kata Rudi, warga Tembeling Tanjung, Tembeling, Bintan kepada media ini, Selasa (12/3/2019). (pk/rn)