Autobiografi

0leh: Takdir Siringo
Kelas: KMO BASIC BATCH 36
Challenge 1

Nama saya Takdir Siringo, saya terlahir dengan nama Omri, dan karena masa-masa kecilku sering sakit lalu diganti Togu dan kembali lagi dengan nama Ucok pada sebutan nama orang Batak yang baru lahir, karena nama kedua kata orangtuaku tidak bisa aku gendong sehingga kembali ke nama Ucok.

Untuk kesembuhanku orangtuaku pun berusaha membawaku kemana-mana untuk berobat kampung, maklum karena di Desaku pada waktu itu masih sangat terbatas untuk pelayanan kesehatan.

Pada suatu ketika ibuku pun bahwasanya mendapat informasi bahwa ada akan dibuka jadwal untuk imunisasi anak-anak yang baru lahir. Dan ibuku pun dengan semangat dan dengan harapan mebawa adeku yang baru lahir dan bersamaku digendong. Sesampai dipos imunisasi, singkat cerita adeku pun diperiksa.

Pada saat meneteskan vitamin untuk adeku, ibuku pun memohon untuk diberikan ke aku. Sempat bidanya menolak, karena vitamin itu untuk yang baru lahir, umurku saat itu kata ibuku sekitar 3 tahunan, namun ibu berhasil membujuk si bidan dan berharap vitamin itu bisa untuk kesembuhanku.

Setelah beberapa hari, ibuku pun melihat aku mengalami perubahan. Kata ibuku, saya sudah mulai semangat dan sudah mulai berangsur-ansgsur selera makanku tergugah dan lebih sering minta makan sedikit demi sedikit. Kata ibuku saat itu, aku sangat kurus sekali, sangat memperihatinkan.

Dengan seiring waktu berjalan dan penyakit yang kuderita pun sesekali kambuh, dan saya sudah mulai ingat akan hal kejadian itu.

Baca Juga :  BPJS TK akan resmikan 2 Desa dan 1 Mall Sadar Jaminan Sosial

Ada hal yang ku ingat saat itu, jika lau saya makan pantangan seperti makan yang berminyak? Kedua abangku mengancamku untuk menguburku. Aku pun menangis sedih dan berkata ,”Ampun bang,” kataku menangis. Bermacam obat yang sudah aku minum, dari dedaunan sampai dari soup cacing.

Kisah namaku Takdir dimulai dari suatu ketika abang pertamaku menemukan sebuah koran bekas, saat membacanya. Dia pun menemukan sebuah kata Takdir dengan arti Nasib. Sejak dari awal itulah namaku dengan panggilah Takdir.

Setelah namaku Takdir dipanggil diusiaku kira-kira diumur 5 tahun sampai sekarang. Dengan seiring waktu penyakitku pun berangsur pulih sampai saya sekarang dengan badan gagah. Saat ibuku melihatku diapun heran dengan raut wajah yang sedikit sedih dan beliau berkata,” Saya pikir kamu tidak hidup, ini memang kuasa Tuhan memang Takdir mu,” katanya.

Saya lahir di Natam, tanggal 12 oktober 1982. Desa Baringin Natam singkatan Batam, kini sudah mulai mengalami perubahan dari segi pembangunan, setelah mekar 7 Tahun belakangan ini yang kepala Desanya sekarang Bindu Siringoringo.

Saya Anak yang Ke 3 dari 4 bersaudara, 3 laki-laki dan 1 perempuan yang bungsu. Adek bungsu kami sedikit kami manjakan pada masa kecilnya.

Pekerjaan Orang Tua saya adalah petani menanam padi dan berkebun kemenyaan. Walaupun dari hasil pertanian tidak bisa mencukupi untuk kebutuhan kami, ibu mengupayakan dengan mencari upah dengan orang di kebunnya. Masa-masa kecil kami tidak begitu mendapatkan kasih dari sosok seorang bapa, karena bapa pada waktu itu merantau di Riau.

Baca Juga :  Polres Tanjungpinang Berhasil Ungkap Kasus Kepemilikan Narkotika Jenis Sabu

Saya tinggal di Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Yang pada awalnya merantau ke Selat Panjang 2001, Riau. Beberapa bulan di Selat Panjang hingga tinggal di Bintan sekarang. Awal ke Bintan diajak abang saya untuk mencoba peruntungan ikut test di TNI Angkatan Laut (AL), tiga kali mengikuti test tidak lolos. Bagiku itu sebuah pengalaman.

Pekerjaan saya saat ini sejenis kereditan, dan kadang menulis di media online. Dan karena Covid-19 mempengaruhi perekonomian saat ini. Mencoba untuk bercocok tanam. Saya sudah dikaruniai anak 4 laki-laki dan 1 istri yang saya cintai dan yang selalu mendukungku.

Tempat tinggal pada masa kecil di Natam, Desa Batam, Kecamatan Parlilitan, Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Dan waktu masa kecil sempat mau pindah ke Pekan Baru, Riau.

Banyak hal yang tidak terlupakan masa-masa kecil dengan teman-teman, bermain disawah, mengembala kerbau, menangkap ikan disawah, menonton tivi jalan sejauh 2 kilo meter, maklum karena pada masa itu masih jarang tivi.

Kami 4 bersaudara, dari kecil kami bersaudara sudah terlatih hidup mandiri, tanpa sosok bapa kami mampu melewati masa-masa kecil dan masa-masa sulit.

Ada sesuatu hal yang menurutku suatu mukzijat dan itu menjadi kesaksian didalam hidupku.

Baca Juga :  Bismar Arianto Lantik Kepengurusan HIMSOS, Harapkan Mampu Dorong Akreditasi

Pada waktu itu, bapa sudah lama tidak mengirim uang, ibu sudah kebingungan dan murung. Ya dimana waktu itu abang yang paling besar mau masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), pada waktu itu uang tidak ada. Ibu sudah sedikit lemas dan sesekali menggaruk kepalanya dekat pengapian dirumah, karena tidak bisa berbuat apa, hanya menanti kiriman yang tidak kujung ada. Padahal tidak lama lagi penerimaan pendaftaran sekolah. “Bisa tidak sekolah anaku,” terlihat di wajah ibuku.

Dengan sedikit sedih ibuku pun pergi mencari kayu bakar. Saat mereka lagi mencari kayu bakar, tiba-tiba ibu melihat lebah dari jauh. Saat mendekat, untuk meyakinkannya. Ternyata dia melihat lebahnya besar sekali, dengan madu, Dan malamnya kami pun pergi mengambil madunya. Tidak disangka kami dapat madu lebahnya sebanyak tujuh botol, dan dari hasil penjualan madu lebah itulah sehingga abang bisa mendaftar SMP. Dan Ibu pun bersyukur sekali saat itu.

Dan dari yang saya rasakan itu saya akan selalu hadir untuk anak-anaku, karena mereka sangat membutuhkan kasih dan perhatian dari ke dua orang tuanya.