pelitakepri.com, KARIMUN – Setelah hampir tiga jam melakukan pertemuan, Humas Pemkab Karimun dan Asosiasi Pemilik Media Online (ASPEMO) Kepulauan Riau, sepakat untuk mencari solusi terbaik, agar persoalan mengenai ketentuan kerjasama media, yang menjadi perdebatan sebulan terakhir, dapat dicairkan. Ada beberapa rekomendasi penting, yang bisa dilaksanakan.
Humas Pemkab Karimun, juga menyatakan sangat memahami akibat terburuk yang bakal dialami sejumlah pemilik media online di kabupaten ini, jika program kerjasama publikasi, harus mensyaratkan adanya wartawan yang lulus UKW, dan medianya dipimpin oleh Pemred yang sudah berstatus Wartawan Utama. Namun Humas tak bisa mengelak, karena kebijakan ini adalah rekomendasi BPK.
Sikap lunak dan sangat kooperatif itu tersimpul dari pertemuan silaturahmi dan mediasi, antara Pengurus DPD Asosiasi Pemilik Media Online (Aspemo) Kepulauan Riau dengan Pejabat Humas Pemkab Karimun di kawasan pantai Coastal Area, Tanjung Balai Karimun, Rabu (20/12/2017).
Pengurus Aspemo diwakili oleh Sekretaris DPD, Agung Elisa Hermawan dan Dahri Maulana (Ketua Bidang Analisa dan Pengembangan) serta dau anggota Aspemo Karimun. Sementara dari Pemkab diwakili langsung oleh Kabag Humas, Eko Riswanto yang didampingi Kasi Pemberitaan Rio.
Dalam pertemuan yang berlangsung dalam suasana santai itu, Kabag Humas menjelaskan secara detail mengenai latar belakang lahirnya edaran yang berisi persyaratan kerjasama media dengan Pemkab Karimun, yang kemudian membuat pemilik media online menjadi resah.
Pertama, pemberlakukan syarat tersebut bukan atas inisiatif Humas Pemkab Karimun, melainkan merupakan rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang harus dijalankan. Rekomendasi itu merujuk pada laporan hasil pemeriksaan (LHP) anggaran humas tahun 2017, yang dinilai banyak tidak efisien dan tidak proporsional (pemborosan).
Maka selanjutnya untuk tahun 2018, BPK memberikan ‘warning’ sekaligus arahan kepada bagian Humas Pemkab Karimun, agar kerjasama dengan media – untuk publikasi dan penyebarluasan informasi pembangunan – harus merujuk pada anjuran Dewan Pers.
Anjuran itu digarisbahwai BPK ada empat point. Yakni media bersangkutan dikelola oleh perusahan pers yang berbadan hukum dan sudah terverifikasi faktual. Perusahaan pers itu harus menugaskan wartawan peliput di Pemkab, yang sudah lulus uji komptensi (UKW). Kemudian media tersebut mengedepankan kode etik jurnalisitik, dan point terakhir mampu memberikan perlindungan dan kejahteraan kepada wartawannya.
Pertimbangan Kedua, pemberlakuan syarat tersebut juga dilandasi oleh kondisi anggaran humas yang terbatas karena dikurangi. Dari Rp 6 Miliar pada 2017, berkurang menjadi Rp 3 miliar saja. ”Karena itulah kami harus mengatakan bahwa ke depan penggunaan tata kelola keuangan humas memang harus dibenahi. Dan kami berharap teman-teman pers dapat memahami,” ujar Eko.
Menyikapi kondisi ini, Pemkab Karimun memberikan beberapa rekomendasi. Bagi perusahaan pers yang ingin mengajukan permohonan kerjasama, humas memperpanjang waktu sampai awal tahun 2018, untuk memberikan kesempatan kepada pemilik media supaya bisa melengkapi persyaratan yang dibutuhkan.
Kemudian, jika sampai batas waktu tersebut, perusahaan media online belum juga bisa melengkapi persyaratan dimaksud, Pemkab tetap masih membuka peluang untuk bekerjasama, seandainya ada upaya dari perusahaan pers untuk berbicara dengan BPK, soal rekomendasinya yang dianjurkan kepada Humas Pemkab Karimun.
”Mudah-mudahan saja, dengan adanya pejelasan dari Aspemo soal dampak negatif rekomendasi BPK kepada humas, BPK bisa melunak dan memberikan acuan baru ke humas yang lebih felesible sehingga perusahaan media online tidak merasa terzholimi,” ujar Eko.
Acuan baru itu bisa juga berupa himbauan dari BPK Pusat, fatwa Dewan Pers atau bahkan putusan pengadilan PTUN atau KPPU.
Menanggapi kemungkinan perusahaan pers menggugat lewat jalur hukum, Eko justru merasa senang. Karena langkah itu merupakan jalur terbaik jika ada kebijakan yang dirasa merugikan. ”Humas dalam konteks masalah ini, hanya melaksanakan perintah BPK. Artinya, jika perintah itu memberatkan perusahaan pers, silahkan kita uji bersama di pengadilan TUN. ”Jadi putusan pngadilan itulah yang akan menjadi acuan kembali,” tambah Eko.
Eko juga menganjurkan, upaya negosiasi maupun jalur hukum, sebaiknya diupayakan segera mungkin, karena terhitung Januari hingga Juli penggunaan anggaran sudah berjalan. Artinya, bagi perusahaan pers yang tidak bisa ikut bekerjasama, harus menunggu penganggaran APBD-P.
Penting juga untuk disikapi, dalam rentang waktu Januari – Juli, perusahaan pers diharapkan bisa memanfaatkannya untuk berupaya memenuhui persyaratan, terutama mengenai UKW dan status Wartawan Utama Bagi Pemred. Namun, jika pelaksanaan UKW dimaksud tidak terlaksana, maka pada saat penganggaran APBD-P — diperkirakan bulan Juli — humas juga akan mengupayakan mencari celah apakah bisa diatur oleh Perbup.
”Kami faham, wartawan maupun perusahaan media online, masih sulit untuk mendapatkan kesempatan mengikuti UKW, yang pelaksanannya tidak terjadwal. Karena itu, kami akan melaporkan kondisi ini kepada sekda atau bupati. Ya,..mudah-mudahah ada solusi terbaik, agar hubungan baik Pemkab dengan pers tetap terbina baik,” ujar Eko, menanggapi fakta real yang disampaikan oleh Dahri Maulana, tentang kondisi sebenarnya yang terjadi di lapangan.
Dahri menjelaskan hingga saat ini, program UKW baru bisa terlaksana jika organisasi pers yang diberikan kewenangan untuk menggelar itu mendapatkan sumbangan dana dari pihak ketika, atau pun bantuan Pemda. Selain itu, informasi pelaksanaan UKW pun acapkali tidak diumumkan secara terbuka, dengan alasan — yang nota bene tak masuk akal: yakni quota terbatas.!
”Dan yang lebih mencolok lagi, wartawan yang diprioritaskan untuk mengikuti UKW itu, adalah wartawan yang bekerja di media group yang memang sudah mapan. Sementara media kecil tak diberi akses alias dikucilkan. Tidak usah saya sebut organsiasi wartawan mana, teman-teman wartawan sudah tahu itu,” ujar Dahri yang meminta agar humas dan BPK juga mempertimbangkan fakta ini ketika membuat kebijakan terhadap insan pers yang juga ingin tumbuh besar. (Takdir)