Indeks

Berdamai Dengan Keegoisan

Oleh : Takdir Siringo

Sejak lahir setiap orang memiliki sifat keegoisan tertanam didalam hatinya masing-masing. Tidak sedikit pula orang-orang yang mau berdamai dengan keegoisannya masing sehingga tumbuhlah rasa saling membenci atau saling mendendam.

Bila keegosian itu kita pertahanan bisa hidup kita semakin berantakan dan orang sekeliling kita cepat atau lambat akan menjauhi kita.

Adapun arti dari egois itu adalah orang yang selalu mementingkan diri sendiri, mau menang sendiri atau bisa dikatakan orang yang egois itu orang yang tidak bermoral.

Saya buat contoh sifat egois. Saat SMA adalah masa-masa remaja yang indah bila dikenang, sewaktu itu juga saya lebih memahami arti dari persahabatan. Ada tingkat keseriusan bila menjalin sesuatu hubungan, bila dikatakan masa-masa berpacaran. Sebab masa itulah masa satu inci lagi menuju kedewasaan.

Namun saat saya ada masalah dengan teman-teman, sangat berat mengakui kesalahan diri sendiri. Apalagi orang lain berbuat salah makin menjadi kita untuk membencinya. Dan bisa emosi menghampiri dan bisa berlanjut terjadilah adu fisik.

Saat kita juga bertemu dengan teman-teman sekolah lain yang yang asal sekolahnya tak bisa diandalkan atau tidak punya prestasi. Dan kita bersekolah disalah satu sekolah pavorit kita mau harus dihargai atau dibuat lebih istimewa.

Dalam pergaulan sehari-hari mau muda tua, karena keegoisan juga bisa terjadi kesalahan pahaman. Misalnya dalam tegur sapa, mungkin yang berkedudukan yang lebih tinggi tak mau mengalah menegur duluan, yang ia mau, harus diistimewakan orang-orang sekelilingnya.

Begitu pula yang tak kalah dari prinsip orang-orang kecil ” Biar miskin asal sombong” semuanya mempertahankan keegoisannya masing-masing.

Jadi untuk berdamai dengan keegoisan, setiap orang haruslah merendahkan diri, mengalah untuk kebaikan bukan berarti menjadi kalah. Menebarkan senyuman, bukan berarti menebar pesona. Mengakui bahwa setiap orang ada kelemahan dan kelebihannya masing-masing.

Saya punya pengamatan dari pengalaman diri sendiri. Saya termasuk orang yang senang ngumpul dikedai tuak. Disana rasa kesetia kawanan sangat terjalin dan rasa sosial sangat tinggi. Kekompakan sangat terjalin, tak ada disana keegoisan. Ya, mungkin karena disana semuanya berhalisunasi kali he..he..

Tapi maaf ya, saya bukan mau menggerakkan orang untuk mengumpul diwarung tuak ya! saya hanya mau mengambil sisi positifnya saja.

Memang sangat jauh berbeda dengan orang-orang yang ngumpul diwarung kopi gerakan rasa kesetiaan kawanan dan jiwa sosial jarang terdengar, mungkin karena bergonta ganti pengunjung kali ya!

Namun kelebihan tongkorangan di warung kopi melahirkan banyak gagasan-gagasan yang luar biasa untuk membangun negeri. Karena saya pernah mendengar terbentuknya Provinsi Kepulauan Riau awalnya gagasan itu lahir dari obrolan di warung kopi.

Exit mobile version