Indeks

Tanggapi Keluhan Warga, Anggota DPRD Tanjungpinang Prengki Simajuntak Minta Pemerintah Tolak Perpanjangan HGB PT Cipta Daya Aditya di Kampung Nusantara

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tanjungpinang dari Partai Hanura, Prengki Simanjuntak, S.IP (Foto: Marolop/Pelitakepri.com)

TANJUNGPINANG | PELITAKEPRI.COM – Warga masyarakat Kampung Nusantara, RT 001, 002, dan 003, RW 006 Kelurahan Air Raja, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri menolak keras adanya rencana perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) PT Citra Daya Aditya (CDA)

Kurang lebih 400 warga yang tinggal di wilayah tersebut menyatakan penolakan terhadap rencana perpanjangan HGB PT CDA, Minggu (8/9/2024) dalam pertemuan warga di wilayah tersebut.

Mendapat keluhan dari masyarakat, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tanjungpinang dari Partai Hanura, Prengki Simanjuntak langsung menangapi hal tersebut.

Ia meminta pemerintah dalam hal ini Kementrian Agraria Tata Ruang (ATR) atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengevaluasi perpanjangan HGB PT CDA. Bahkan, meminta pemerintah menolak atau tidak memperpanjang izin HGB PT CDA.

Pasalnya, sejak izin HGB diterbitkan 30 Tahun yang lalu, peruntukan tanah tersebut belum seluruhnya dipergunakan atau dimanfaatkan sebagaimana tujuan awalnya.

“Saya mendengar besok, 10 September 2024 izin HGB PT CDA akan berakhir. Oleh karena itu, saya meminta Kementerian ATR/BPN untuk mengevaluasi untuk tidak memperpanjang izin HGB PT. CDA karena sampai saat ini apa yang kita saksikan dilapangan masih luas hamparan tanah yang ditelantarkan atau belum dipergunakan,” ujarnya, Senin (9/9/2024).

Perengki berharap agar pemerintah melakukan penertiban kawasan dan tanah terlantar sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 20 Tahun 2021 PP No. 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.

Hal itu semata-mata agar dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sebagaimana dalam UUD 1945.

“Sangat jelas disebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, hal ini tertuang dalam Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945,” tegasnya.

Menurutnya, meskipun luas penggunaan tanah atas izin HGB PT CDA belum diketahuinya secara pasti, namun secara kasat mata tanah tersebut terindikasi tanah terlantar dan diduga tidak sesuai peruntukan awalnya.

“Sampai saat ini kita belum tau seberapa luas HGB yang diterbitkan oleh Pemerintah kepada PT CDA dan seberapa luas yang sudah dimanfaatkan oleh pemegang hak serta peruntukannya diduga tidak sesuai peruntukan awalnya,” jelasnya.

Dirinya pun menjelaskan, apabila ternyata HGB tersebut belum dimanfaatkan sepenuhnya, maka area yang belum digunakan seharusnya dikembalikan kepada negara.

Hal itu sesuai PP No. 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, Pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa setiap pemegang hak, pemegang hak pengelolaan, dan pemegang dasar penguasaan atas tanah wajib mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan, dan/atau memelihara tanah yang dimilikinya.

“Oleh karena itu, jika tanah belum dimanfaatkan secara maksimal, perlu dilakukan evaluasi terhadap HGB tersebut, dan tanah tersebut berpotensi menjadi objek penertiban Tanah Terlantar,” jelasnya

Kemudian, dalam ayat 2 disebutkan bahwa pengusahaan, penggunaan, pemanfaatan, dan/atau pemeliharaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat harus berfungsi sosial.

Selain itu, setiap pemegang hak, pemegang hak pengelolaan, dan pemegang dasar penguasaan atas tanah wajib melaporkan pengusahaan, penggunaan, pemanfaatan, dan/atau pemeliharaan tanah yang dimiliki atau dikuasai secara berkala.

“Menurut Pasal 5, tanah yang tidak diusahakan atau dimanfaatkan menjadi objek penertiban Tanah Terlantar dan harus ditindaklanjuti oleh Menteri terkait,” ungkapnya.

Lebih lanjut Prengki menjelaskan, PP No. 20 Tahun 2021 dikeluarkan untuk menerapkan ketentuan Pasal 180 Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang berkaitan dengan penghapusan hak atas tanah karena penelantaran.

Menurut Pasal 7 PP No. 20 Tahun 2021, objek penertiban Tanah Terlantar meliputi hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah.

Untuk itu, tanah yang tidak dimanfaatkan atau dipelihara dengan sengaja menjadi objek penertiban jika dikuasai masyarakat atau pihak lain tanpa hubungan hukum dengan pemegang hak atau jika fungsi sosial hak tersebut tidak terpenuhi.

Disampaikannya, tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah menjadi objek penertiban Tanah Telantar jika dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara terhitung mulai 2 tahun sejak diterbitkannya Dasar Penguasaan Atas Tanah.

“Dengan alasan-alasan tersebut, perlu dilakukan evaluasi mendalam, transparan dan akuntabel terhadap status HGB yang dimiliki PT CDA agar dapat terselesaikan,” tutupnya.

Penolakan ini dilakukan menyikapi upaya PT CDA untuk memperpanjang HGB setelah 30 tahun tidak memenuhi kewajibannya untuk membangun sesuai ketentuan yang berlaku.

Exit mobile version