Oleh: Takdir Siringo
Hai!.. saya ingin menulis cerita tentang masa yang sudah berlalu. Cerita itu saat saya masih SMP. Cerita tentang sebuah perpisahan oleh karena jarak dengan seorang cewek. Dan sedih perasaan saya waktu itu.
Sebelum saya lanjutkan perkenalkan nama saya Ucok. Umur saya sekarang 30 tahun. Saya orangnya polos tapi dan kata teman-teman mirip orang China. Karena kulit saya putih dan mata sedikit cipit.
Bunga orangnya manis dan hampir mirip dengan pemain Thailand yang lupa saya namanya. Yang pemain perempuan di film laga Yong Bak itu loh. Tapi Bunga sedikit tomboi.
Waktu itu kami masih sama-sama duduk dibangku SMP kelas 3. Namun kami beda sekolah. Saya sekolah di desa, sementara Bunga sekolah di kota. Diperkirakan jaraknya kurang lebih tujuh jam perjalanan naik bus.
Namun saat itu kelulusan. Dia menghabiskan liburannya bersama dengan saudaranya ke desa. Dan disitulah perkenalkan kami dimulai . Bunga orangnya suka ketawa dan saya juga. Dan kami sudah mulai kompak saat itu.
Bunga tampak bergembira sekali melihat kehidupan didesa hamparan sawah pertanian, manen dan makan hasil kebun yang masih segar dan juga melihat kerbau yang kuangon saat itu.
Apalagi dia dengan saya sudah semakin dekat. Dan kubawalah dia bermain-bermain berkeliling didesaku. Setelah kami semakin dekat seolah ada hentakan didada ini. Tapi saya tak tau harus memulainya dari mana, lalu kemana? ya.., namanya laki-laki masih polos.
Padahal Bunga sudah mulai kadang tak sadar memeluk saya. Apalagi beberapa hari lagi Putri akan kembali ke kotanya. Karena kami sama-sama ingin melanjutkan pendidikan kami ke tingkat SLTA.
Malam itu, pas malam sabtu Bunga berpamitan dengan saya. “Terimakasih atas kebaikanmu yang telah membahagiakan saya selama liburan didesa. Saya sangat senang sekali. Sudah menemaniku,” ucapnya.
Wajah saya pun malam itu terbata-bata. Dan aku tak bisa mengatakan apa-apa. Pokoknya setelah mendengar kata-kata itu. Saya mulai sedih, karena mau berpisah.
“Ya,” itu saja yang saya ucapkan. Karena sabtunya saya harus menemani bapak ke kekebun jauh. Sehingga saya tak dapat mengantar Bunga ke terminal bus.
Setelah Bunga pergi. Kesedihan selalu menyelimuti perasaan saya. Saya selalu terbayang saat kebersamaan kami menjalani selama dua pekan didesa bersama Bunga. Dan besokknya, saudara Bunga datang kerumah saya menitipkkan saya sepucuk surat dan sarung.
“Ini ada titipan dari Bunga, ” kataya. Saya menerimanya bercampur sedikit sedih.
“Abang agar tak usah bersedih. Saya janji setelah libur saya akan menemuimu abang ke desa” isi dalam surat itu.