Pengasuh Aron, foto: Pelita Kepri/ Takdir S
Tanjungpinang, Pelita Kepri – Permasalahan tanah, yang sudah begitu lama antara Japarton (alm) dan Jonson, kurang lebih 15 Tahun.
Sungguh menjadi perhatian publik. Baru-baru ini, permasalahan itu kembali menyulut dan menjadi perhatian.
Foto: Mayora Rumapea (22),Tasya (19),Okta (16),Jarot (14).
Dimana Enam tahun yang lalu Japarton dipanggil sang pencipta dan berselang bulan Erni Aritonang istrinya juga dipanggil sang pencipta.
Duka itu membuat air mata tertumpah. Saat kepergian kedua orangtuanya, meninggalkan Empat anak yaitu Mayora Rumapea (22),Tasya (19),Okta (16),Jarot (14), Warga yang beralamat di Jalan Nusantara Kp. Wonosari Km. 13, Rt 03/Rw 011, Kel. Batu 9.
Sepeninggal kedua orangtuanya ke empat anak itu di asuh oleh Aron, yang tak lain adalah Bapa udanya sendiri (adek bapaknya).
Seperti yang diberitakan di media Pelita Kepri sebelumnya, telah menjadi perbincangan khususnya orang Batak.
Permasalahan itu akan Berbuntut ke Pengadilan!
Berawal dari rumah anak yatim piatu itu ditabrak lori milik Asiong.
Atas insiden itu, Asiong bersedia untuk merenovasi kembali.
Hendak diperbaiki (direnovasi) Jonson Rumapea justru menghang-halangi.
Karna mengklaim tanah tersebut miliknya dengan menunjukan selembar copy sertifikat.
Sempat terjadi perdebatan antara Tasya anak kedua Japarton (alm).
“Saya tak terima, Ini tanah peninggalan orangtua kami,” kata Tasya menerangkan.
Medengar kejadian itu, pihak polres Tanjungpinang, yang dipimpin Limbong. Menyarankan menyelesaikan dengan cara kekeluargaan.
Namun untuk menyelesaikan dengan secara kekeluargaan Aron pengasuh anak itu mengatakan sepertinya sudah dijalan buntu.
Sehingga ke Empat anak itu bersama pengasuhnya dalam waktu dekat akan mengajukan permasalahan itu ke pengadilan.
“Ya, supaya cepat selesai, kami akan mengajukan ke pengadilan. Biarlah nanti Hakim yang memutuskan apakah anak-anak ini berhak atas tanah itu. Ya…! mudah-mudahanlah sajalah perpihak kepada anak yatim piatu ini, ” katanya kepada Pelita Kepri, di bengkelnya Jalan baru bt. 8, Tanjungpinang, Kamis (5/9/2019).
Adapun dasar kekuatan hak atas tanah yang berdiri bangunan. Tertulis di segel Tahun 1998 yang bunyinya SURAT GANTI RUGI TANAH, Jonson Rumapea menerima uang Rp 3.500.000 (Tiga Juta Lima Ratus Rupiah) dengan tanah sebagai pengganti dengan luas 20 X 20 = 400 M2.
Menguatkan disurat segel yang sudah lusuh itu yang dibubuhi tanda tangan kedua belah pihak Jonson Rumapea (pihak pertama) dan Japarton selaku pihak kedua.
“Namun diluar nalar saya, justru saudara Jonson selaku pihak kedua menyangkal perjanjian itu,” kata Aron.
Saat wartawan Pelita Kepri mengkomfirmasi Jonson terkait Surat perjanjian itu diapun mengelak dengan gamblang.
“Mana ada itu! Mana ada saya menerima uang sepeser pun, surat itu tidak sah,” katanya.
Juntak warga setempat mengatakan terkait uang untuk pengganti tanah itu benar adanya.
“Walaupun secara tidak langsung uang itu diserahkan tidak saya lihat. Uang ada diterima saudara Jonson, menurut cerita mendiang. Sudah sekitar belasan tahunlah, semasa hidupnya. Warga banyak yang mengetahui hal itu,” katanya.
Diapun mengatakan, saya juga dengar penyerahan uang itu ada tertulis disegel 1998. Namun secara langsung saya belum pernah melihatnya. Saya dengar dari warga lain.
“Tapi kalau memang ada surat itu, itukan kuat,” katanya.
Suratno mengatakan permasalahan antara Japarton (alm) dan bapak Jonson saya tidak begitu mengetahui.
“Sepengetahuan saya, mereka baik- baik saja. Karna mereka kan saudara, sama-sama bermarga Rumapea,” kata mantan ketua Rt. 03 ini.
Pakde yang akrap disapa itu, ditanya masalah terbitnya surat Alashak dan sertifikat Jonson?
“Ya, Memang terbitnya surat Alashak Bapak Jonson memang pada masa saya Rt. Saya akui! Memang pada saat itu saya yang menandatangani. Akan tetapi karna kapasitas saya sebagai Rukun Tetangga. Karna masa itu persyaratannya sudah melalui tahapan. Surat tebas ke alashak. Namun untuk sertifikatnya saya tidak begitu mengetahui,” katanya menjawab.(pk/tsr)